Selasa, 9 Maret 2010 Pusat Grosir Blok A, Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, tetap akan dipertahankan sebagai pusat grosir tekstil, sebagaimana ciri khasnya sejak dulu. Serbuan produk China tidak bakal mampu menggeser ciri khas tersebut. Hal itu dikemukakan General Manager Pusat Grosir Blok A, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rickson Eduard, kepada Suara Karya di ruang kerjanya, akhir pekan lalu. Untuk itu, pihak manajemen membuka seluas-luasnya bagi produk dalam negeri untuk dijual di sini. "Jadi, silakan saja bersaing. Kita juga bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM (Usaha Kecil dan Menengah)," ujarnya. Terkait dengan kerja sama China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) yang mengakibatkan munculnya serbuan produk-produk dari China, seharusnya yang diperketat di pelabuhannya. Pemerintah selaku regulator melalui badan pengawasan yang ada seharusnya bisa meredam serbuan itu. Sebab, kalau sudah sampai di pasar, tentunya sulit untuk mencegahnya. Rickson mengemukakan, sesungguhnya yang sangat terpukul dengan adanya serbuan itu adalah produk elektronik dan komputer. "Harganya sangat jauh lebih murah," ujarnya. Kalau tekstil, walau mutu dari China baik, tapi produk lokal masih bisa bersaing. Di Pusat Grosir Blok A sendiri, pihak manajemen pasar hanya sebatas mengimbau agar para pedagang mendahulukan produk dalam negeri. Pasalnya, walau bagaimanapun, produk-produk China itu akan tetap masuk. Jadi, menurut dia, tetap akan sulit untuk mencegahnya. Apalagi, di pasar tersebut juga banyak berkeliaran para penyalur. Mereka berhubungan langsung dengan pedagang di pasar tersebut. Begitu terjadi transaksi, penyalur langsung bisa mengirim barang kepada pedagang, dan itu merupakan transaksi sah yang tidak mungkin dihalangi. Meski tidak bisa dicegah, seharusnya pemerintah membuat kebijakan bahwa barang-barang yang masuk harus masih berupa bahan. "Kalau tekstil, ya tekstilnya, bukan sudah menjadi pakaian jadi," kata dia. Tujuannya agar para produsen masih bisa mempekerjakan karyawan membuat pakaian jadi dengan bahan baku dari China. Alhasil, para buruh pembuat pakaian tidak kehilangan pekerjaan. Sejak Dulu Sebenarnya, sebelum diberlakukan CAFTA, sudah banyak tekstil dari China yang masuk sejak dulu. Tapi, diakuinya, begitu ada kebijakan CAFTA, dari pantauan yang dilakukannya ada sekitar 30 persen kios di pasar itu menjual produk China. Padahal, ada sekitar 8.000 kios di Pusat Grosir Blok A. Artinya, ada sekitar 2.500 kios sudah mulai memperdagangkan produk Negeri Tirai Bambu. Namun, upaya mempertahankan ciri khas Pusat Grosir Blok A itu akan terus dilakukan. Pasar itu akan terus mengutamakan menyerap produk-produk lokal untuk dijual di sini. Untuk itu, seperti dijelaskan Rickson, pihaknya telah bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM. Para pengusaha UKM diberi kemudahan untuk memperoleh kios. Mereka diberi diskon untuk mendapat kios, tapi dengan syarat produk yang dijual harus benar-benar kerajinan dari daerah. Misalnya, berbagai kain tenun, batik, dan sulaman dari daerah. "Ke depan, kita juga menjajaki kerja sama dengan pemda-pemda, agar bisa menempatkan produk-produk kerajinannya dari pengusaha daerah masing-masing," tuturnya. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sendiri, kata dia, membantu dengan cara merazia produk-produk impor apabila ditemukan tidak berlabel resmi. Sebab, menurut Rickson, Pemprov DKI berkepentingan juga melestarikan dan mempertahankan pasar ini. Pasar ini sudah bukan sekadar sebagai tempat berjual beli saja, tapi sudah menjadi objek wisata belanja yang dikenal di mancanegara. "Pasar Tanah Abang kan sudah terkenal di mancanegara sejak dulu sebagai pusat grosir tekstil," ujarnya. Selain Blok A, pusat grosir itu juga tengah mempersiapkan Blok B, yang merupakan bagian dari pengembangan Blok A. Jadi, nanti operasionalnya akan menjadi satu kesatuan. Di Blok B telah disiapkan sedikitnya 5.000 kios. Diceritakan Rickson, penataan di blok yang baru itu akan lebih rapi. Setiap lantai diatur untuk berjualan komoditas sejenis. Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan (KUMKMP) DKI Jakarta, Ade Soeharsono, mengemukakan, dalam menghadapi era perdagangan bebas, para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) harus lebih kreatif, khususnya dalam mengembangkan desain produknya. Sebab, setiap produk tidak hanya meningkatkan mutu saja, tapi juga harus selalu mampu menampilkan produk baru. Persaingan yang ketat, menurutnya, juga menuntut para pelaku UMKM mampu menjamin distribusi yang cepat. Kondisi itu perlu dukungan regulasi dari pemerintah dalam hal, misalnya, perizinan, kepastian hukum, atau pemberlakuan bunga bank. "Untuk itu, kami berupaya memudahkan perizinan kepada para pelaku UMKM seperti pembuatan SIUP (surat izin usaha perdagangan). Bahkan, ada yang kami berikan secara gratis," katanya. (Budi Seno) |
0 Response to "Hadang Produk China, Buka Seluas-luasnya Produk Dalam Negeri"
Posting Komentar